Belanja produk fashion original hingga kecantikan dan terlengkap di ZALORA. Dapatkan diskon hingga penawaran harga murah khusus untukmu!
Ketika membicarakan dunia mode, sulit rasanya untuk tidak menyebut nama Anna Wintour. Sosok berpengaruh yang telah menjadi wajah dari Vogue sekaligus simbol kekuatan dan elegansi dibalik industri fashion global. Dengan potongan rambut bob khas dan kacamata hitam yang hampir tak pernah lepas dari wajahnya.
Sejak memimpin Vogue Amerika sejak tahun 1988, Anna Wintour telah mengubah wajah majalah tersebut menjadi lebih visioner, dinamis, dan relevan dengan zaman. Gaya editorialnya yang tajam, keputusan-keputusannya yang penuh intuisi. Serta keberaniannya mendukung nama-nama baru di dunia fashion menjadikan dirinya sebagai kekuatan besar di balik layar runway.
Namun, di balik karakter tegas dan aura eksklusifnya, Wintour juga dikenal sebagai mentor dan figur sentral di banyak acara mode bergengsi seperti Met Gala yang kini identik dengan namanya. Dalam artikel ini, ZALORA akan menyelami lebih dalam siapa sebenarnya Anna Wintour. Yuk, simak profil Anna Wintour selengkapnya berikut ini!
Baca juga : 4 Rekomendasi Kebaya Janggan, Elegansi yang Tak Lekang oleh Waktu
Profil Anna Wintour
Source: Pinterest
Anna Wintour yang memiliki nama lengkap Dame Anna Wintour, lahir di London, Inggris, pada 3 November 1949. Ia mengenyam pendidikan di dua institusi terkemuka, yaitu North London Collegiate School dan Queen’s College, London. Perjalanan kariernya di dunia jurnalisme mode dimulai ketika ia bergabung dengan majalah Harper’s & Queen. Sejak saat itu, kariernya terus menanjak melalui berbagai posisi penting di sejumlah media mode ternama baik di Inggris maupun Amerika Serikat.
Karier Anna Wintour di Dunia Mode dan Media
Source: Pinterest
Sebelum memimpin Vogue Amerika pada tahun 1988, Anna Wintour lebih dulu membangun kariernya sebagai fashion editor di sejumlah media terkemuka, seperti New York Magazine, British Vogue, dan House & Garden. Di tahun tersebut, ia secara resmi menggantikan Grace Mirabella sebagai editor-in-chief. menandai dimulainya era baru bagi Vogue yang kemudian dikenal dengan pendekatan editorial yang tajam, modern, dan visioner.
Ketertarikan Anna terhadap dunia fashion bukanlah hal yang muncul secara tiba-tiba. Sejak usia muda, ia sudah menunjukkan minat kuat terhadap gaya dan dunia mode. Menjadikannya sosok yang sangat akrab dengan dinamika industri ini sejak dini. Tak heran jika gaya pribadinya yang khas dengan potongan rambut bob dan kacamata hitam besar telah menjadi ikonik dan mudah dikenali. Bahkan, menjadikannya salah satu figur publik dengan gaya paling autentik dan berpengaruh.
Tak hanya menekuni fashion, jejak langkah Anna juga dipengaruhi oleh ayahnya, Charles Vere Wintour. Ayahnya merupakan seorang jurnalis senior yang pernah memegang jabatan sebagai editor di Evening Standard London, salah satu surat kabar ternama asal Inggris. Warisan intelektual dari sang ayah dan kecintaannya terhadap dunia mode membentuk karakter Anna sebagai figur penting dalam dua dunia tersebut, jurnalisme dan fashion. Kombinasi itu pula yang membawa namanya menjadi ikon global dalam industri editorial dan gaya hidup hingga hari ini.
Anna Wintour memulai kiprahnya bersama Condé Nast pada tahun 1983 dengan menjabat sebagai direktur kreatif Vogue Amerika. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1985, ia dipercaya untuk memimpin British Vogue sebagai pemimpin redaksi. Kariernya terus menanjak hingga pada 1988, ia kembali ke Vogue Amerika untuk menempati posisi puncak sebagai editor-in-chief, jabatan yang ia pegang selama hampir tiga dekade lebih. Selama 37 tahun masa kepemimpinannya, Wintour berhasil mengubah Vogue menjadi kekuatan dominan dalam liputan mode, selebritas, dan budaya populer. Menjadikannya bukan hanya majalah fashion biasa, melainkan ikon dalam industri media global.
Baca juga : Ciri Tas Bottega Veneta Asli vs Palsu, Jangan Tertipu
Di bawah kepemimpinannya, Vogue berhasil menghadirkan berbagai sampul majalah yang ikonis, provokatif, dan sering kali kontroversial. Sekaligus memperkenalkan talenta-talenta baru dari dunia fashion dan hiburan. Ia turut berjasa dalam melambungkan karier para desainer ternama seperti Marc Jacobs, Tom Ford, Zac Posen, hingga Jonathan Anderson, yang kini menjadi nama besar di kancah mode internasional.
Tidak hanya di ruang redaksi, Wintour juga memainkan peran dalam membentuk dunia fashion dari balik layar. Sejak tahun 1995, ia menjadi sosok utama di balik penyelenggaraan Met Gala yang diubah menjadi salah satu ajang amal paling bergengsi dan berpengaruh di dunia. Lengkap dengan tema kreatif dan kehadiran selebritis papan atas. Selain itu, pada tahun 2004, ia meluncurkan CFDA/Vogue Fashion Fund. Sebuah inisiatif untuk memberikan dukungan finansial dan mentorship kepada para desainer muda berbakat dan visioner.
Tak hanya berperan dalam mengangkat desainer, Wintour juga dikenal sebagai mentor bagi banyak editor dan jurnalis yang kini menjadi tokoh besar dalam industri media dan fashion. Beberapa di antaranya termasuk Andre Leon Talley, Edward Enninful, Chioma Nnadi, Plum Sykes, dan Hamish Bowles yang kariernya turut dibentuk oleh pengaruh Wintour.
Anna Wintour tak luput dari sorotan kritik, terutama dari para aktivis pecinta dan pelindung hewan yang menentangnya karena dianggap mendukung penggunaan bulu hewan dalam industri fashion. Di sisi lain, sejumlah pengamat juga mengkritik Wintour karena dianggap menggunakan media yang ia pimpin. Sebagai sarana untuk menyebarkan pandangan kalangan elit mengenai standar kecantikan dan citra feminitas yang dinilai tidak inklusif.
Mantan asisten pribadinya, Lauren Weisberger, menulis sebuah novel yang kemudian diangkat ke layar lebar menjadi film romantis sukses berjudul “The Devil Wears Prada” pada tahun 2003. Dalam film tersebut, karakter Miranda Priestly yang diperankan oleh Meryl Streep yang menggambarkan sosok Anna Wintour di kehidupan nyata. Selain itu, pada tahun 2009, Wintour menjadi tokoh sentral dalam film dokumenter karya R.J. Cutler berjudul “The September Issue”.
Pada tahun 2020, ia resmi diangkat sebagai Global Chief Content Officer Condé Nast, memperluas pengaruh editorialnya ke seluruh platform dan publikasi global milik perusahaan tersebut. Meskipun ia mengundurkan diri sebagai editor-in-chief Vogue Amerika pada Juni 2025 di tengah restrukturisasi besar-besaran di tubuh Condé Nast. Anna Wintour tetap menjadi sosok penting dalam arah dan strategi konten global perusahaan hingga saat ini.
Baca juga : Deep Winter Color Palette, Apa Warna Terbaikmu?
Nah, itulah profil tentang Anna Wintour, seorang editor legendaris yang mengubah wajah Vogue. Dedikasi serta pengaruhnya selama puluhan tahun tetap menginspirasi generasi baru.
Mau cari berbagai produk Hermes Indonesia original 100% dan berkualitas dengan harga terjangkau? Cek koleksi selengkapnya hanya di ZALORA! Dapatkan promo spesial yang menarik untukmu!

Penulis: Fitrian Nurentama



